(Nama lain : Memainkan perasaan, daya tarik emosi, untuk anak-anak,[1] appeal to pathos, argument by vehemence, playing on emotions, emotional appeal, for the children)[2]
Ilustrasi Berpikir © Foto Oleh Free-Photos dari Pixabay / Ilustrasi |
Gambaran
Ini merupakan kategori umum dari banyak cacat logika yang menggunakan perasaan sebagai pengganti nalar untuk memenangkan argumen. Ini merupakan tipu muslihat yang sering digunakan untuk menggantikan logika yang absah.[3]
Namun, camkanlah bahwa Anda dapat melibatkan perasaan apa pun, dahului dengan “mengacu kepada” dan Anda telah menciptakan cacat logika baru, tetapi sesungguhnya perasaan itu pasti digunakan sebagai pengganti alasan yang absah untuk mengarahkan kepada kesimpulan.[4]
Appeal to Emotion adalah argumentasi yang diberikan dengan sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian rupa untuk menarik respon emosi si lawan bicara. Respon emosi bisa berupa rasa malu, takut, bangga, atau sebagainya.[5]
Bentuk Logika
X pasti benar
Bayangkan betapa menyedihkan jika x salah.[6]
Contoh 1 :
G : Saya merasa aneh mengapa Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan.
S : Mana mungkin orang baik seperti beliau salah. Lihat saja kedermawanannya di masyarakat.
Penjelasan :
Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan yang ada, namun dibantah dengan emosi yang dibangun di masyarakat oleh si S. Sehingga ada rasa bangga di dalam S bahwa pejabat X ini benar yang dilakukan. Meskipun program kesejahteraan dan kedermawanan di masyarakat harusnya ada sangkut pautnya dengan kesejahteraan namun yang terjadi tidak sinkron.
Contoh 2:
"Pejabat disalah satu perusahaan dituduh korupsi, tapi lihatlah, anaknya mengajukan pembelaan sambil berurai air mata."
Penjelasan :
Jika benar pejabat perusahan adalah korupsi, maka itu benar tetapi karena terjadi namanya perasaan mengenai keluarga dan anaknya yang sampai berlinang air mata. Tuduhan korupsi itu yang secara obyektif bisa benar, bisa-bisa salah karena merasa iba terhadap keluarga sang pelaku ini.
Pengecualian :
Mengacu kepada emosi merupakan teknik bujukan yang sangat kuat dan penting. Kita makhluk yang memiliki perasaan. Oleh karena itu, kita sering mengambil keputusan dan membangun keyakinan secara keliru dengan berlandaskan pada perasaan ketika nalar dan akal mengatakan kebalikannya. Namun, menggunakan daya tarik perasaan sebagai penyokong argumen yang rasional dan logis tidak hanya dibenarkan, tetapi juga merupakan keterampilan yang dimiliki oleh hampir semua komunikator hebat.[7]
Kiat :
Dengan menyentuh otak dan hati, Anda akan mempengaruhi orang banyak sekali.[8]
Referensi :
Ainur Rahman Hidayat, Filsafat Berpikir, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2018), 141
Bo Bennett, Kitab Anti Bodoh, (Jakarta:Serambi, 2015), 72 - 74
Bo Bennett, “Appeal to Emotion”, https://www.logicallyfallacious.com/logicalfallacies/Appeal-to-Emotion
-----
[1] Bo Bennett, Kitab Anti Bodoh, (Jakarta:Serambi, 2015), 72
[2] Bo Bennett, “Appeal to Emotion”, https://www.logicallyfallacious.com/logicalfallacies/Appeal-to-Emotion
[3] Bo Bennett, Kitab Anti Bodoh, (Jakarta:Serambi, 2015), 72
[4] Ibid, 72
[5] Ainur Rahman Hidayat, Filsafat Berpikir, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2018), 141
[6] Bo Bennett, Kitab Anti Bodoh, (Jakarta:Serambi, 2015), 72
[7] Bo Bennett, Kitab Anti Bodoh, (Jakarta:Serambi, 2015), 74
[8] Ibid, 74