Kita dimungkinkan untuk dapat mengetahui dan mengenal Allah, pertama-tama oleh karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26), dan kedua melalui mewahyukan diri-Nya. Memang benar bahwa Allah adalah transenden dan tidak terbatas, dan kita adalah makhluk yang terbatas, dan oleh karenanya pengetahuan kita dengan pengetahuan Tuhan tidak identik.[1]
![]() |
Alkitab © StockSnap dari Pixabay / Alkitab |
Beberapa cara orang memahami pengetahuan Allah dan pengetahuan manusia.
Cara pertama : disebut dengan cara univokal, yakni berarti bahwa pengetahuan Allah dan pengetahuan manusia bersifat identik. Cara ini jelas membuang perbedaan secara kualitas antara Allah dan manusia. Artinya perbedaannya terjadi pada kuantitas bukan kualitas. Menurut van Til teolog yang mengikuti ini adalah Gordon Clark.(1902-1985).[2]
Cara Kedua, disebut sebagai cara ekuivokal, artinya bahwa pengetahuan Allah dan manusia sama sekali berbeda dan tidak ada titik kontak. Mereka mengakui bahwa Allah adalah melampaui kategori secara moral dan hukum logika. Dan hukum logika dan hukum moral hanya berlaku di wilayah ciptaan dan tidak berlaku bagi Allah. Orang yang memegang ini adalah orang-orang Dooyeweerdian.[3]
Cara ketiga, adalah cara analogi, yakni karena manusia diciptakan gambar dan rupa Allah, maka ada kemiripan antara pengetahuan Allah dan pengetahuan manusia. Jadi walaupun memiliki perbedaan kualitas, tetapi ada titik kontaknya, yakni “mirip”. Disini ada namanya kemiripan namun perbedaan kualitas.[4]
Salah satu jalan untuk memahami relasi antara logika Allah dan manusia adalah dalam pengertian analogi. Konsep ini sendiri dipegang oleh Van til, artinya, karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, maka pengetahuan kita pasti mirip dengan pengetahuan Allah dan kemiripan ini kita mengerti sebagai bersifat analogi. Pengertian analogi di sini harus dimengerti sebagai : a) Pengetahuan Allah adalah asli dan pengetahuan manusia adalah tiruannya. b) Pengetahuan Allah bersifat mutlak dan pengetahuan manusia bersifat relatif.[5]
Teologi Reformed percaya bahwa Tuhan dapat dikenal akan tetapi tidak mungkin manusia dapat memperoleh pengenalan yang lengkap dan menyeluruh dan sempurna tentang Dia. Memiliki pengenalan sedemikian tentang Allah sama artinya dengan memahami Dia sepenuhnya, dan hal ini sama sekali tidak mungkin :”Finitum non possit capere infinitum” (Yang fana tak mungkin memahami yang kekal).[6]
Daftar Pustaka :
Louis berkhof, Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah, (Surabaya : Momentum, 2021) 29 - 30
Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen, (Malang : GKKR, 2017), 64 - 69
---
[1] Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen, (Malang : GKKR, 2017), 64
[2] Ibid, 64 - 65
[3] Ibid, 65
[4] Ibid, 65
[5] Ibid, 68 - 69
[6] Louis berkhof, Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah, (Surabaya : Momentum, 2021) 29-30