Sabtu, 19 Juni 2021

Sifat-Sifat Allah yang Tidak Dikomunikasikan

Sifat-Sifat Allah yang Tidak Dikomunikasikan atau Atribut-Atribut yang Tidak Dikomunikasikan atau Atribut-Atribut Allah yang tidak ada pada Makhluk ciptaan adalah semua atribut-atribut yang tidak ada pada manusia menekankan Keberadaan Allah yang absolut.[1] Sifat-sifat ini antara lain : Keberadaan Diri Allah / Aseitas / Independensi Allah, Imutabilitas (ketidakberubahan) Allah, Infinitas (ketidakterbatasan) Allah, dan Kesatuan Allah.

Membaca Alkitab
Ilustrasi Baca Alkitab
© Foto oleh Pedro Ivo Pereira Vieira Pedin dari Pixabay / Bible
  

Keberadaan Diri Allah / Aseitas / Independensi Allah

Yang pertama dan yang terutama di antara atribut-atribut tersebut adalah independensi atau Eksistensi diri Allah (autarkia, omnisufficientia) (kecukupan diri, kemahacukupan). Dia adalah ipsa per se bonitas sanctitas, sapienta, vita, veritas, dll. (pada diri-Nya sendiri [dikarenakan diri-Nya sendiri] adalah kebaikan kekudusan, hikmat, kehidupan, kebenaran, dll). Allah bukanlah causa sui (menyebabkan diri-Nya sendiri), jika causa sui maksudnya adalah sumber produksi. Allah tidak menghasilkan diri-Nya sendiri karena Dia sama sekali tidak dihasilkan.[2]


Allah adalah Allah yang independen. Dia tidak membutuhkan sesuatu di luar diri-Nya untuk Eksis seperti yang dikatakan pada Keluaran 3:14,  “Aku adalah Aku”.[3] Hanya karena Ia adalah Allah yang ada pada diri-Nya sendiri, dan Allah yang tidak terikat maka Ia dapat memberi jaminan ia  tetap sama selama-lamanya dalam hubungannya dengan Umat-Nya. (Yoh. 5:26).  Dalam pernyataan bahwa Ia tidak bergantung  pada apapun juga dan bahwa segala sesuatu ada hanya melalui Dia.[4]


Imutabilitas (Ketidakberubahan) Allah

Imutabilitas Allah tercakup di dalam aseitas-Nya. Allah “tidak berubah di dalam eksistensi dan esensi-Nya; seperti juga Dia di dalam pikiran dan kehendak-Nya, di dalam segala tujuan dan dekrit-Nya.” Dia sebut TUHAN yang tidak berubah (Mal. 3:6), dan pada diri-Nya tidak ada bayangan yang disebabkan oleh perubahan.[5]


Ketidakberubahan ini adalah kesempurnaan dari Allah, yang dengan-Nya Ia tak mungkin mengalami perubahan, bukan saja dalam keberadaan-Nya, tetapi juga dalam segala kesempurnaan-Nya, dan dalam tujuan serta janji-janji-nya. Ayat-ayat Alkitab antara lain : Kel 3:14; Mzm. 102:26-28; Yes. 41:4; 48:12; Mal. 3:6; Rom. 1:23; Ibr. 1:11-12; Yak. 1:17.[6]


Infinitas (Ketidakterbatasan) Allah

    Ketidakterbatasan Allah maksudnya adalah kepenuhan tanpa batas dari keberadaan-Nya. Allah adalah tidak terbatas di dalam eksistensi-Nya, dan dengan demikian, di dalam atribut-atribut-Nya, Allah adalah eksistensi diri yang konkret. [7] Ketidakterbatasan Allah adalah bahwa kesempurnaan Allah yang olehnya Ia bebas dari semua pembatasan-pembatasan. Ia sama sekali tidak dibatasi oleh alam semesta, oleh dunia ruang dan waktu, atau terikat pada alam semesta.[8]


    1. Kesempurnaan-Nya yang Mutlak. Ini adalah ketidakterbatasan dari Keberadaan Ilahi yang dikenal dalam diri sendiri.  Pengertian ini sendiri bahwa mengkualifikasikan bahwa semua sifat-sifat Allah yang ada pada makhlukNya.  Kekuatannya tak terbatas dan tidak ada habisnya. Bukti Alkitab antara lain Ayub 11:7-10; Mazmur 145:3; dan Matius 5:48.[9]


    2. KekekalanNya. Ketidakterbatasan Allah dalam kaitan dengan waktu disebut dengan kekekalan-Nya. Bentuk di mana Alkitab menyatakan kekekalan Allah adalah pemaparan bentangan waktu melalui abad-abad tidak pernah berakhir, Mazmur 90:2; 102:12; Ef. 3:21.[10]


    3. Kebesaran-Nya / Kemahahadiran. Ketidakterbatasan Allah dapat juga dilihat dari sudut pandang ruang, dan kemudian kita sebut kebesaranNya. Kebesaran Allah dapat disebutkan sebagai kesempurnaan keberadaan Ilahi yang olehnya Ia mengatasi semua pembatasan oleh ruang dan dengan demikian Ia hadir dalam setiap titik dari ruang itu dengan keseluruhan keberadaanNya.[11] Konsep yang benar dari kemahahadiran Allah adalah per essentiam et naturam (Melalui esensi dan natur-Nya), artinya Dia hadir sepenuhnya secara substansi, dan bersifat pribadi; ketiga pribadi hadir secara bersamaan dalam segala kepenuhan-Nya di segala tempat.[12]


    4. Kemahakuasaan Allah. Kemahakuasaan Allah adalah ketidakterbatasan-Nya dalam hal Kuasa. Dia disebut Allah mahakuasa (El-Shaddai). Kemahakuasaan-Nya jelas terlihat dalam karya penciptaan dan pemeliharaan-Nya atas alam semesta (Kej. 1:1-31; Maz. 104:1-31; Ibr. 1:3).[13]


Kesatuan Allah

    Dengan Kesatuan Allah kita maksudkan bahwa Allah adalah Allah yang esa dan bahwa Dia tidak tersusun dari bagian-bagian. Maka, kita berbicara tentang kesatuan dari ketunggalan dan kesatuan dari kesederhanaan. Ketunggalan dan kesederhanaan saling meliputi.[14]


    Kesatuan Allah bisa dilihat dari dua aspek yaitu kesatuan Allah yang dilihat dari sudut pandang angka (unitas singularitatis) dan kesatuan Allah secara kualitas (unitas simplicitatis). Kita bisa menyebut unitas singularitas sebagai ketunggalan Allah (the numerical oneness of God atau the unity of God), sedangkan unitas simplicitas kita bisa sebut kesederhanaan Allah (the qualitative oneness of God atau the simplicity of God).[15]


    1. Unitas SingularitasAtribut ini menekankan kesatuan Allah, kenyataan bahwa Ia secara angka adalah satu dan bahwa Ia adalah unik. Istilah ini juga mengandung pengertian bahwa hanya ada satu Keberadaan Ilahi, bahwa dari natur atribut ini tak mungkin ada yang lain selain satu Keberadaan Ilahi dan semua keberadaan yang lain ada dan melalui serta kepada-Nya. Ayat-ayat Alkitab antara lain : 1 Raj. 8:60, 1 Kor. 8:6, 1 Tim 2:5, Ul. 6:4, Zak, 14:9, Kel. 15:11.[16]


    2. Unitas SiplicitatisKita berbicara mengenai kesederhanaan Allah, kita memakai istilah itu untuk menjabarkan keadaan atau kualitas kesederhanaan itu, keadaan yang bebas dari pembagian-pembagian, dan dengan demikian bebas dari keadaan yang tersusun atas berbagai bahan penyusun. Hal ini berarti bahwa Allah tidak tersusun atas berbagai bahan dan tidak mungkin dibagi-bagi dalam arti apapun dari kata itu. Pernyataan ini sendiri juga menunjukkan bahwa ketiga pribadi dalam Allah Tritunggal bukanlah tiga bagian yang olehnya esensi Allah tersusun dan kesempurnaan bukanlah hal yang terpisah dan bahwa sifat-sifat itu tidak ditambahkan pada esensinya.[17] Dan perlu kita sadari, bahwa kita tidak dapat membicarakan satu sifat Allah tanpa membicarakan seluruh sifat-sifat lainnya.


Referensi : 

Cornelius van Til,  Pengantar Theologi Sistematik, (Surabaya : Momentum, 2015), 377, 383, 385, 392

Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021), 89 - 101

Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017),  200, 203, 209 -210, 215


----

[1] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),    89 - 91

[2] Cornelius van Til,  Pengantar Theologi Sistematik, (Surabaya : Momentum, 2015), 377

[3] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017),  200

[4] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),   92

[5] Cornelius van Til,  Pengantar Theologi Sistematik, (Surabaya : Momentum, 2015), 383

[6] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021), 93

[7] Cornelius van Til,  Pengantar Theologi Sistematik,  (Surabaya : Momentum,  2015),  385

[8] Louis Berkhof,  Sistematika Teologi 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum,  2021), 95

[9] Ibid,  95 - 96

[10] Ibid,  96 - 97

[11] Ibid, 97

[12] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen,  (Malang: Gerakan Kebangunan Kristen Reformed),  209 - 210

[13] Ibid, 203

[14] Cornelius van Til,  Pengantar Theologi Sistematik,  (Surabaya : Momentum,  2015),  392

[15] Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen,  (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017),  215

[16] Louis Berkhof,  Sistematika Teologi 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum,  2021), 99 - 100

[17] Ibid,  100 - 101

Load comments