Sabtu, 19 Juni 2021

Sifat-Sifat Allah

    Beberapa teolog juga menamai istilah atribut-atribut Allah. Akan tetapi istilah ini kurang tepat, bahkan bisa saja menyesatkan “jika tidak dimengerti dengan benar.” Meskipun teolog pada umumnya memakai kata Atribut ini.[1] Tetapi istilah ini masih kurang ideal karena kadang dapat diartikan sebagai “menambahkan atau memberikan sesuatu kepada seseorang. Louis Berkhof sendiri lebih suka memakai istilah “property” yang lebih cocok untuk dipakai karena merunjuk kepada Allah.[2]

Alkitab
Alkitab 
© Foto oleh AgnieszkaMonk dari Pixabay / Alkitab
 

    Teolog reformed pada umumnya  menggolongkan di dalam dua bagian, yaitu uncommunicable attribute  dan comunicable attribute; dalam bahasa Indonesia sendiri disebut sebagai atribut yang tidak dikomunikasikan dan atribut yang dikomunikasikan (didelegasikan).[3]

 

Metode-Metode untuk Menyusun Sifat-Sifat Allah

    Di dalam menentukan sifat-sifat Allah sendiri, teolog aliran skolastik dalam usaha mereka untuk menyusun suatu sistem teologi natural menyebutkan tiga cara untuk menentukan atribut-atribut Allah. Yaitu : via causalitas, via negationis, dan via eminentiae.[4]


    Via causalitas adalah dengan cara kausalitas atau sebab akibat, kita mulai dari akibat-akibat yang terjadi di dalam dunia ini dan mencari Penyebab Pertama (Causa Prima / First Causa) yang memulai penciptaan. Kita akan menemukan bahwa Pencipta yang Mahakuasa, dan dari pengamatan akan memerintahan dunia ini, dan tiba pada suatu kesimpulan bahwa Penguasa yang bijaksana dan berkuasa.[5]


    Via negationis, adalah cara dengan negasi (atau penyangkalan), kita menyingkirkan dari Allah semua ketidak sempurnaan yang ada di dalam makhluk ciptaan-Nya. Disini kita akan menemukan bahwa Allah itu Sempurna, Allah yang bebas, Allah yang tidak terbatas, tidak bersifat fisik, sangat besar, tidak dapat mati, dan tidak dapat dipahami sepenuhnya.[6]


    Via eminentiae, dengan cara meninensi (meninggikan). Kita memberikan pada Allah dengan seagung-agungnya semua kesempurnaan-kesempurnaan relatif yang kita temukan dalam ciptaan. Sehingga kita dapat menemukan yang paling mutlak dalam Allah sebagai Jatidiri yang paling Sempurna.[7]

 

Berhati-Hati Mempergunakan Tiga Metode Diatas

    Meskipun tiga metode cara menggemukan sifat Allah ini sangat bermanfaat - memang kita harus menggunakannya – dapat mengandung bahaya jika tidak dimengerti dengan benar. Bahayanya bahwa dengan tiga via diatas, akan mengandung abstraksi-abstraksi (hal-hal yang abstrak) tanpa mendefinisikan dengan jelas apa dan siapakah Allah itu.[8]


    Tentu tidak dapat kita hindari, bahwa ketiga via diatas harus digunakan dalam membicarakan sifat-sifat Allah, tetapi semuanya harus pada wahyu Allah, yaitu Wahyu khusus Alkitab. Dengan demikian, kita terhindar dari bahaya-bahaya yang tidak perlu.[9]


Referensi : 

Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),  77 - 79

Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 197 - 200


-----

[1] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 197

[2] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),  77

[3] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 197

[4] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),  78

[5] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 198

[6] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),  78 - 79

[7] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum, 2021),  79

[8] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 199

[9] Ibid, 200

Load comments