Minggu, 04 Juli 2021

Allah Tritunggal

Doktrin Allah Tritunggal merupakan doktrin yang sulit dimengerti, dan jika dimengerti, kita tidak mungkin mengerti secara tuntas. Ini yang menjadi alasan mengapa ilustrasi atau analogi apa pun tidak mungkin bisa menjelaskan Tritunggal. Sebaiknya apa pun sebuah ilustrasi yang diberikan di dalam menjelaskan Tritunggal, kita harus ingat bahwa ilustrasi tersebut hanyalah gambaran di dalam ciptaan yang dipakai sekedar untuk memberi penjelaskan, dan tentu saja gambaran di dalam ciptaan yang terbatas tidak mungkin menjelaskan secara tuntas mengenai Penciptanya yang tidak terbatas. Permasalahan Tritunggal adalah permasalahan satu keberdaan Ilahi yang satu, tetapi di dalam Diri-Nya terdapat tiga Pribadi yang berbeda satu dengan lainnya. Masing-masing pribadi saling memenuhi secara sempurna.[1]

Pantai
Ilustrasi Wahyu Umum dan Alam
© Foto oleh Pexels dari Pixabay / Pantai


Pengertian Tritunggal

Istilah “Trinity” pada umumnya dipahami, bahwa sebagai istilah teknis dalam teologi, kata ini mencakup pemahaman kesatuan dari ketiga pribadi ini. Tak perlu dikatakan lagi bahwa ketika kita membicarakan tentang Allah Tritunggal kita senantiasa memandang ketiga pribadi itu dalam satu kesatuan, dan pada kesatuan yang terdiri atas tiga pribadi.[2] Seperti yang dinyatakan dalam Pengakuan Iman Westminster  :


3. Di dalam Allah yang esa, terdapat tiga Pribadi, yang adalah satu dalam substansi, kuasa, dan kekekalan; Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh Kudus. Bapa bukan berasal dari apa pun, juga bukan berasal dari apa pun, juga bukan diperanakkan oleh siapa pun, juga bukan keluar dari apa pun; Anak diperanakkan dari Bapa sejak kekekalan; Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak sejak kekekalan.[3]


Disini kita bisa melihat pernyataan dari A. A. Hodge[4] : “Setelah ditunjukkan sebelumnya bahwa hanya ada satu Allah yang hidup dan sejati, dan bahwa properti-properti-Nya yang esensial mencakup segala kesempurnaan, bagian ini menyatakan sebagai penambahan :


“Pertama, bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus sama-sama Allah yang tunggal itu, dan bahwa esensi ilahi yang tidak bisa dibagi-bagi dan segala kesempurnaan dan prerogatif ilahi, adalah kepunyaan dari masing-masing Pribadi di dalam pengertian dan derajat yang sama.”


“Kedua, bahwa nama-nama ini, Bapa, Anak, dan Roh Kudus, bukanlah nama-nama yang berbeda dari pribadi yang sama di dalam hubungan-hubungan yang berbeda, melainkan dari pribadi-pribadi yang berbeda.”


“Ketiga,  bahwa ketiga pribadi ilahi ini dibedakan antara yang satu dengan properti-properti pribadi yang tertentu dan dirinya takan di dalam tanaman tertentu dari substansi dan dari operasi.”[5]


Referensi : 

Cornelius Van Til,  Pengantar Theologi Sistematik,  (Surabaya : Momentum,  2015),  403

G. I. Williamson,  Pengakuan Iman Westminster,  (Surabaya : Momentum, 2017), 40

Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen,  (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed,  2017), 237

Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya,  Momentum, 2021), 145


---

[1] Muriwali Yanto Matalu,  Dogmatika Kristen,  (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed,  2017), 237

[2] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya,  Momentum, 2021), 145

[3] G. I. Williamson,  Pengakuan Iman Westminster,  (Surabaya : Momentum, 2017), 40

[4] Cornelius Van Til,  Pengantar Theologi Sistematik,  (Surabaya : Momentum,  2015),  403

[5] Ibid, 403

Load comments