Minggu, 04 Juli 2021

Ciri-Ciri khas dari Ketetapan Ilahi

1. Ketetapan Ilahi didirikan atas Hikmat Ilahi. Istilah “pertimbangan” yang merupakan salah satu istilah yang dipakai untuk ketetapan Allah ini menunjukkan satu pemikiran dan perencanaan yang cermat. Istilah itu mungkin berisi satu saran dari satu intra-komunikasi antara ketiga pribadi dalam Allah Tritunggal. Dalam membicarakan tentang wahyu Allah akan misteri yang sejak semula telah tersembunyi di dalam diri-Nya. (Ef. 3:10,11).[1]

Panorama Alam
Panorama Alam yang Indah
© Foto Oleh RÜŞTÜ BOZKUŞ dari Pixabay / Alam


2. Ketetapan Ilahi ini adalah kekal. Ketetapan Ilahi adalah kekal dalam pengertian bahwa ketetapan ini terletak sepenuhnya dalam kekekalan. Dalam satu pengertian tertentu dapat dikatakan bahwa semua tindakan Allah adalah kekal, sebab tidak ada urut-urutan waktu dalam Keberadaan Ilahi. Akan tetapi sebagian dari ketetapan itu berlaku dalam waktu., misalnya dalam penciptaan dan pembenaran.[2]


3.  Hasil yang dicapai oleh ketetapan itu. Maksudnya hanyalah bahwa apa yang telah ditetapkan pastilah akan terjadi; dan bahwa tidak ada satupun yang menghalangi maksud-Nya. Dr. A. A. Hodge berkata “Ketetapan itu sendiri dalam segala keadaan menunjukkan bahwa peristiwa itu akan dihasilkan dari sebab-sebab yang ada dalam satu cara yang sangat konsisten dengan natur dari peristiwa yang dibicarakan.[3]


4. Ketidakberubahan Ketetapan itu. Memang manusia bisa merubah rencananya. Akan tetapi dalam diri Allah tidak ada hal-hal yang sedemikian itu. Allah sama sekali tidak kekurangan pengetahuan, semangat, atau kekuatan.Itu lah sebabnya ia tidak perlu mengubah ketetapan-Nya karena kesalahan atau kurangnya perhatian , atau karena ketidakmampuan untuk melaksanakannya.[4]


5. Ketetapan Allah ini tanpa syarat atau mutlak. Hal ini berarti bahwa ketetapan Allah tidak bergantung sama sekali pada segala sesuatu yang bukan merupakan bagian dari ketetapan itu sendiri. Ciri mutlak dari ketetapan itu berasal dari kekekalannya, ketidakberubahannya, dan saling ketergantungan dalam sukacita Allah.[5]


6. Ketetapan itu bersifat universal dan mencakup keseluruhan. Ketetapan itu mencakup apa saja yang akan terjadi dalam dunia, baik dalam hal fisik maupun moral, atau yang jahat. (Ef. 1:11).[6]


7. Dalam Kaitan dengan dosa, Ketetapan Allah itu bersifat mengijinkan. Kita biasa menyebut ketetapan Allah yang berkaitan dengan kejahatan moral sebagai ketetapan yang mengijinkan atau memperbolehkan. Melalui ketetapan-Nya Allah mengijinkan tindakan atau perbuatan dosa manusia tanpa adanya maksud menyebabkan perbuatan dosa itu dengan cara bertindak langsung dalam kehendak yang terbatas Hal ini berarti bahwa Allah tidaklah secara positif bertindakan dalam diri “baik untuk menghendaki maupun melakukan” pada saat manusia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak-Nya yang telah dinyatakan.[7]

 

Referensi :

Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum,  2021), 187 - 190

 


----

[1] Louis Berkhof,  Teologi Sistematika 1 : Doktrin Allah,  (Surabaya : Momentum,  2021), 187

[2] Ibid,  187 - 188

[3] Ibid,  188

[4] Ibid,  189

[5] Ibid,  189

[6] Ibid,  190

[7] Ibid,  190

Load comments