Banyak orang yang ingin menjadi Kristen namun berkeberatan terhadap doktrin pengendalian mutlak Allah atas segala peristiwa di dunia ini. Mereka memang ingin mempercayai bahwa Allah memang mengendalikan dunia ini, namun hanya secara umum. Mereka ingin dapat mempercayai bahwa Allah memang mengendalikan dunia ini, namun hanya secara umum. Mereka ingin dapat mempercayai bahwa Allah memastikan bahwa gambaran umum dari dunia ini, namun hanya secara umum. Mereka menginginkan pengendalian Allah secara umum, namun mereka tidak ingin mengendalikan “hal-hal sampai mendetails.”[1]
![]() |
Bunga yang Indah dalam Providensi Allah © Foto oleh Hans Braxmeier dari Pixabay / Bunga |
Tuduhan Providensi Allah dan Jawaban
(1) “Jika Allah mengendalikan segala sesuatu, maka saya tidak bertanggung jawab atas perbuatan kita.” Keberatan ini mengasumsikan bahwa Allah mengendalikan manusia secara mutlak. Maka dia memaksakan kita untuk melakukan kehendak-Nya. Tidak peduli apakah kita menginginkannya atau tidak. Akan tetapi Alkitab secara keseluruhan mengajarkan bahwa kita harus benar-benar tanggung jawab karena kita berdosa, kita melakukan kehendak kita sendiri. Karena Allah adalah tidak terbatas, kekal, dan tidak berubah, maka Dia bisa membiarkan kita melakukan apa yang tidak kehendaki (dalam batasan-batasan kesempatan dan kemampuan).[2]
(2) “Jika Allah mengendalikan segala sesuatu, maka tidak peduli apa pun yang saya lakukan, hasilnya akan tetap sama.” Kesalahan ini salah karena mengandung kontradiksi. Di satu pihak, terdapat anggapan bahwa Allah mengendalikan segalanya. Tetapi di pihak lainnya, terdapat anggapan yang berkontradiksi, yaitu bahwa tindakan-tindakan pribadi tertentu bisa saja terjadi secara acak dan tidak pasti. Akan tetapi penetapan Ilahi tidak menjadikan tindakan kita tidak berarti, melainkan menjadikannya sangat penting.[3]
(3) “Jika Allah mengendalikan segalanya, maka Allah pasti pencipta dosa.” Apakah kejatuhan Adam merupakan kehendak Allah? Apakah tangan-tangan orang fasik hanya melakukan apa yang telah Allah tetapkan sebelumnya ? (Kis. 4:28). Alkitab menolak tegas hal-hal yang bahkan hanya kelihatannya mencoba menghindari pengakuan ini. “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang.” (Yes. 45:6 - 7). Tetapi Alkitab dengan sama kuatnya mengatakan bahwa Allah bukan pencipta dosa.[4]
(4) “Jika Allah mengendalikan segala sesuatu, bagaimana menjelaskan (a) dosa-dosa benar, dan (b) kemakmuran orang-orang fasik?” Alkitab berkata, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi” (1 Yoh. 3:9). Tetapi Alkitab juga menegaskan, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa,” atau bahwa “kita tidak ada berbuat dosa,” maka kita “membuat Dia menjadi pendusta,” dan “kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (1 Yoh. 1:8, 10). Terdapat, kontradiksi, tetapi kontradiksi itu terjadi di dalam diri orang yang telah dilahirbarukan, bukan di dalam Alkitab.[5]
Orang yang telah lahir baru bisa berbuat dosa, tetapi da tidak akan membiarkan dirinya terus-menerus menghendaki tindakan berdosa, “sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.” (1 Yoh. 3:9).[6]
Sumber Pustaka :
G. I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster 1, (Surabaya : Momentum, 2021), 67
G. I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster, (Surabaya : Momentum, 2017), 75 - 78
----
[1] G. I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster 1, (Surabaya : Momentum, 2021), 67
[2] G. I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster, (Surabaya : Momentum, 2017), 75 - 76
[3] Ibid, 76
[4] Ibid, 77
[5] Ibid, 77
[6] Ibid, 77 - 78