Sabtu, 31 Juli 2021

Providensi Allah Luar Biasa : Mujizat

Beberapa filsafat modern, naturalisme, materialisme, dan teologi liberal sendiri menolak yang namanya Mujizat. Hal utama yang diperdebatkan disini adalah mengenai keberadaan “Apakah Allah itu benar-benar ada?” Ornag-orang yang meragukan mujizat ini sendiri terjadi karena ia sendiri meragukan keberadaan Tuhan dengan mengasumsikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Sehingga tidak heran jaman sekarang banyak orang yang meragukan mujizat. Oleh karena mereka meragukan keberadaan Tuhan di alam semesta ini.[1]

Matahari Terbenam
Matahari terbenam
© Foto oleh Cindy Lever dari Pixabay / Sunset
 

Natur dari Mujizat

Salah satu Providensi Allah yang sangat luar biasa adalah Mujizat. Providensi Allah di dalam mujizat adalah bersifat luar biasa (Providensia extraordinaria). Dimana Allah bekerja secara langsung tanpa memakai pengantara kuasa kedua dalam tindakan yang biasa. McPherson berkata “Sebuah Mujizat adalah sesuatu yang dilakukan tanpa adanya bantuan dari cara yang biasa, paling tidak dalam cara yang umum, oleh kausa  kedua”. Unsur pembeda dalam mujizat adalah bahwa mujizat dihasilkan dari tindakan kekuatan supranatural Alkitab. Dan mujizat tidak terjadi karena kuasa kedua dari hukum alam. dan inilah supernatural dari mujizat itu sendiri.[2]


Ada banyak mujizat yang telah dikerjakan oleh Tuhan, misalnya Mujizat menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) atas alam semesta ini, mujizat yang bersifat menciptakan dari bahan yang sudah ada, misalnya menggandakan lima roti dan dua ikan (Mat. 14:19-21; Mrk. 6:41 - 44; Luk. 9:16 -17; Yoh. 6:11-14). Mujizat yang bersifat mengubah materi misalnya mengubah air menjadi anggur (Yoh. 2:1-11). Mujizat yang bersifat melampaui kekuatan dan hukum alam, misalnya Yesus berjalan di atas air (Mat. 14:25-33). Serta ketika Musa membelah laut Teberau (Kel. 14:21), Mujizat melenyapkan penyakit (Mat. 8:2), dan menghidupkan orang mati (Yoh. 11:43 - 44).[3]


Kemungkinan Terjadinya Mujizat

Ketika Allah mengerjakan suatu mujizat, Ia menghasilkan akibat yang luar biasa dalam cara yang super-natural. Hal ini berarti bahwa Mujizat adalah di atas alam dan tidak terikat dengan Hukum Alam. Oleh sebab itu Teolog Reformed tidak ragu untuk menganggap bahwa Mujizat sebagai pelanggaran terhadap hukum alam. Kadang-kadang bahwa mujizat menyisihkan sebagian hukum alam oleh karena kehendak Allah. Kekuatan Alam tidaklah dihancurkan, akan tetapi hanya ditinggalkan di titik tertentu oleh kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan alam.[4] Hal ini sangat menentang semua filsafat yang mengatakan mujizat itu tidak ada dan tidak terjadi. Tetapi mujizat itu terjadi karena penyataan khusus Allah kepada kita. Mujizat adalah kekuatan Allah yang melampaui hukum Alam.[5]


Tujuan dari Mujizat di Dalam Alkitab

Perlu kita ketahui bahwa mujizat ini sendiri memiliki kepentingan berkenaan dengan Wahyu, khususnya Wahyu khusus Allah.[6] Hanya melalui Mujizat maka Allah memberikan kita wahyu verbalNya yang tertulis dalam Alkitab dan juga pernyataan wahyuNya yang tertinggi dalam Yesus Kristus. Sehingga mujizat-mujizat harus dihubungkan dengan pelaksanaan penebusan yang memang sering digambarkan oleh mujizat itu. Serta ke dalam sejarah keselamatan / penebusan yang ada di dalam Yesus Kristus.[7] Sehingga secara esensi dan penting, Mujizat harus difokuskan mengenai Kristus Yesus sebagai sentral dari penebusan dan keselamatan kita.


Referensi :

Cornelius van Til, Pengantar Theologi Sistematik,  (Surabaya : Momentum, 2015), 234 - 236.

Louis Berkhof,  Sistematika Teologi 1 : Doktrin Allah, (Surabaya : Momentum,  2021), 334, 336 - 337

Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 286 - 287, 289 - 290



--

[1] Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 286 - 287

[2] Louis Berkhof,  Sistematika Teologi 1 : Doktrin Allah, (Surabaya : Momentum,  2021), 334

[3] Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 286

[4] Louis Berkhof,  Sistematika Teologi 1 : Doktrin Allah, (Surabaya : Momentum,  2021), 336

[5] Muriwali Yanto Matalu, Dogmatika Kristen, (Malang : Gerakan Kebangunan Kristen Reformed, 2017), 289 - 290

[6] Baca lebih lanjut tulisan Cornelius van Til mengenai “Cara-Cara Wahyu Khusus” dalam bab “Wahyu Khusus” | Cornelius van Til, Pengantar Theologi Sistematik,  (Surabaya : Momentum, 2015), 234-236.

[7] Louis Berkhof,  Sistematika Teologi 1 : Doktrin Allah, (Surabaya : Momentum,  2021), 336 - 337

Load comments